Blambangan & Pasuruan : Musuh Yang Menjadi Sekutu
Saat itu, Blambangan dipimpin oleh Pangeran Prabhu Danureja (1697-1736). Wilayah Blambangan hanya tinggal apa yang kita kenal sebagai Kabupaten Banyuwangi saat ini ditambah Kecamatan Asembagus (saat ini masuk Situbondo). Selebihnya telah menjadi Zonder Soerapati (dibawah kontrol Soerapati) karena direbut selama tahun 1690-1697an.
Begitu mudah Surapati merebut wilayah-wilayah Blambangan Barat karena memanfaatkan momentum perang saudara pasca meninggalnya Kanjeng Susuhunan Tawangalun (1691) dan perang saudara di Balambangan (1691-1692).
Dalam perang saudara itu, Pangeran Prabhu Sasranegara (pengganti Tawangalun) terbunuh. Dikudeta oleh adik-adiknya. Namun keluarganya berhasil selamat dan bersembunyi di Puger. Kemudian mereka meminta perlindungan Surapati di Pasuruan. Mas Purba, putra Pangeran Prabhu Sasranegara yang baru berumur 8 tahun kemudian tinggal di Pasuruan dalam perlindungan Surapati.
Pangeran Arya Macanagara kemudian naik tahta. Namun kembali terjadi kudeta tahun 1692, lantas adiknya yang lain, Pangeran Pati Mas Macanapura, berhasil menjadi raja. Kemudian paman Mas Purba itu mengetahui bahwa keponakannya masih hidup di Pasuruan. Maka digempurlah Pasuruan. Hal itu tentu membuat Blambangan harus kembali berhadap-hadapan dengan Pasuruan (Surapati). Perang meletus di perbatasan, di daerah Pacabean. Blambangan kalah.
Setelah 6 tahun di Pasuruan, saat itu umur Pangeran Mas Purba telah 15 tahunan. Dia diambil menantu oleh Surapati, dinikahkan dengan Mas Ayu Gadhing, putri Surapati. Kemudian, pangeran muda ini membawa pasukan gabungan dari Balambangan Barat (Puger), Pasuruan, dan Buleleng menggempur Macanputih untuk merebut kembali hak tahta ayahnya, Pangeran Prabhu Sasranegara.
Dia berhasil. Maka Pangeran Mas Purba menjadi raja yang baru bergelar Prabhu Agung Danureja (1697-1736). Dia tidak menempati istana Macanputih yang dianggap telah leleh, maka dia membangun Puri sementara di Wijenan, sekarang menjadi Dusun Wijenan di Desa Singolatren Kecamatan Singojuruh Banyuwangi.Puri Wijenan hanya istana sementara karena hanya ditempati sambil menunggu pembangunan Istana baru di Alas Kebhrukan. Pada tahun 1705, pembangunan istana baru itu selesai dan ibukota Balambangan pindah ke alas Kebhrukan yang diberi nama Kutha Ardja Balambangan, kini Desa Blambangan di Kecamatan Muncar.
Setahun kemudian, mertuanya di Pasuruan, Surapati, gugur dalam sebuah peperangan melawan koalisi VOC-Belanda dan Mataram di Bangil. Tepatnya pada 5 Desember 1706. Sejak itu sebagian daerah Balambangan Barat dikelola oleh keturunannya seperti Raden Pengantin dan Raden Malayakusuma di Malang serta Raden Kartanegara di Lumajang.
Putra-putra Untung Surapati itu memimpin pengikut ayah mereka melanjutkan perjuangan melawan VOC-Belanda. Sebagian dari mereka ada yang tertangkap bersama Amangkurat III tahun 1708 dan ikut dibuang ke Srilanka. Sebagian lagi bergabung dalam perjuangan Pangeran Arya Jayapuspita di Surabaya tahun 1717 sebagai usaha balas dendam atas dihukum matinya Adipati Jangrana.
Setelah Jayapuspita kalah tahun 1718 pengikut Surapati masih terus melakukan gerilya. Mereka sempat bersatu dengan Kapiten Sepanjang dalam Geger Pacinan yang meluas sampai ke Jawa Timur tahun 1741, dan terakhir, mereka bersatu dengan perjuangan Pangeran Prabujaka dan Pangeran Agung Wilis di Malang dan Balambangan tahun 1767-1768.
Sumber referensi :
https://belambangan.com/artikel/detail/balambangan-pasuruan-musuh-yang-menjadi-sekutu